Harimau Harimau. Novel kental dengan mistis

harimau harimau
Harimau Harimau. Novel ini kental dengan mistis alias kepercayaan animisme dan dinamisme termasuk segala pantangan-pantangan ketika berburu Bunuhlah harimau dalam dirimu sebelum membunuh harimau sebenarnya itulah pesan yang tersirat di dalamnya. Novel ini berisi petualangan di rimba raya oleh sekelompok pengumpul damar yang di buru oleh seekor harimau yang kelaparan. Berhari-hari mencoba menyelamatkan diri, sampai satu-persatu dari mereka menjadi korban terkaman harimau. Di bawah tekanan ancaman harimau , dalam diri mereka masing-masing terjadi pula proses refleksi mengenai diri mereka masing-masing, yang mempertinggi kesadaran mereka tentang kekuatan dan kelemahan-kelemahan anggota kelompok mereka yang lain.

Tentang penulis buku harimau harimau buku ini di tulis oleh Mochtar Lubis lahir tanggal 7 Maret 1922 di Padang. Mendapat pendidikan di Sekolah Ekonomi INS Kayu Tanam, Sumatera serta Jefferson Fellowship East and West Center, Universitas Hawai. Aktif sebagai penerbit dan Pemimpin Redaksi Harian Indonesia Raya Jakarta. Memperoleh Magsaysay Award untuk jurnalistik dan kesusasteraan; Golden Pen Award dari International Association of Editors and Publishers. Hadiah Sastra dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional; Hadiah Penghargaan dari Persatuan Wartawan Indonesia, Hadiah dari Departemen P dan K tahun 1975 bagi novelnya Harimau Harimau., dan Hadiah sastra dari Yayasan Jaya Raya untuk bukuu terbaik tahun 1977-1978, tanggal 15 Desember 1979, untuk romannya Maut dan Cinta. Buku-bukunya yang telah terbit antara lain: Senja di Jakarta, Jalan Tak Ada Ujung, (terbit dalam berbagai bahasa), Etika Pegawai Negeri (ed.bersama James Scott). Selain itu buku-buku tentang reporting dan pers, bacaan anak-anak, dan dua ceramah yang diterbitkan sebagai buku, yaitu Manusia Indonesia dan Bangsa Indonesia. Menjadi Anggota banyak lembaga penting: Pimpinan Umum majalah Horison; Editor majalah Media (yang diterbitkan di Hongkong oleh Press Foundation of Asia); anggota Board of the International Association for Cultural Freedom; anggota Board of the International Press Institute (Zurich). Pada beberapa tahun terakhir ini banyak mencurahkan perhatiannya pada masalah lingkungan hidup dan masalah-masalah ekologi. Mengalami tahanan penjara selama 9 tahun (1956-1965) dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno; dan pada tahun 1974 mengalami dua bulan tahanan setelah terjadinya peristiwa "Malari" bersamaan waktunya dengan pembreidelan Indonesia Raya. Menjadi Direktur Yayasaan Obor Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar