Deteksi Dini Plagiarism

Dunia pendidikan Indonesia dikejutkan dengan kasus penjiplakan (plagiarism) yang dilakukan oleh salah satu tenaga pengajar di Bandung. Dan yang lebih mengagetkan sekaligus mengherankan, pelakunya adalah seorang guru besar bergelar profesor yang diraihnya pada usia 41 tahun, sehingga disebut-sebut sebagai profesor temuda di bidangnya. Inilah sebuah ironi dunia pendidikan kita.

Bagi kebanyakan orang, termasuk saya, membuat karya tulis atau artikel yang benar-benar orisinil 100% memang susah. Kemajuan teknologi, khususnya internet, telah ikut andil menjadikan copy paste semakin marak. Namun di sisi lain, kemajuan teknologi juga membuat orang lebih mudah untuk mengetahui ada tidaknya penjiplakan sebuah tulisan.

Dalam dunia akademis Turnitin dan iThenticate dikenal sebagai aplikasi yang direkomendasikan Plagiarism dot ORG guna mendeteksi ada tidaknya plagiarism dalam sebuah karya tulis sesuai standar yang telah ditentukan. Aplikasi tersebut akan membandingkan karya tulis dengan database yang ada, bagian per bagian. Selanjutnya akan muncul hasilnya seperti dalam dua gambar yang saya ambil dari website resminya. Secara garis baris aplikasi ini akan memberikan hasil pelacakannya dengan mencocokkan kata-kata dalam karya tulis yang dicek dengan sumber dokumen yang cocok. Dengan demikian akan sangat gampang diketahui bagian mana yang menjiplak dan dari mana sumbernya.





Sayangnya aplikasi ini hanya berfungsi untuk mengecek kasus plagiat dalam bahasa Inggris. Selain itu, kedua aplikasi ini biasanya hanya dimiliki institusi kampus untuk mengecek hasil karya tulis mahasiswanya, baik berupa paper, skripsi, atau tesis. Di luar negeri sepertinya semua kampus sudah memiliki aplikasi yang bisa mengecek plagiarism, meskipun jarang dipublikasikan secara pasti jenis aplikasi yang digunakan. Hal ini saya alami saat ini di Jepang. Di kampus saya, IUJ, setiap kali ada pertanyaan tentang aplikasi yang dipakai untuk deteksi plagiarism, tidak pernah dijawab. Saya juga pernah sekali menanyakannya dan tidak dijawab. Entah apa maksudnya.

Ketika membuat tulisan dalam bahasa Inggris untuk tugas kuliah, kita bisa mencegah penjiplakan dengan menggunakan teknik parafrase. Kalo kita pernah atau sedang kuliah di luar negeri di awal perkuliahan selalu ada sosialiasi tentang penggunaan teknik parafrase untuk mencegah penjiplakan. Teknik ini mengharuskan kita menuliskan kembali bagian konten yang ingin dikutip dengan kata-kata kita sendiri dengan menyertakan sumbernya. Kalo masih belum yakin dengan apa yang telah kita tulis dan ingin mengecek ada tidaknya plagiarism, kita bisa menggunakan WriteCheck powered by Turnitin. Fasilitas yang disediakan WriteCheck memang tidak gratis. Kita harus membeli kredit untuk mengecek tulisan kita. Satu paper kredit seharga $4.95 bisa digunakan untuk mengecek satu paper sepanjang maksimal 5000 kata. Kalo mau beli 5 kredit harganya $19.95, sedangkan 40 kredit berharga $49.95. Setiap paper kredit diberi kesempatan satu kali resubmission.


WriteCheck berbeda dengan dua aplikasi sebelumnya. Dalam websitenya disebutkan bahwa kata-kata dari tulisan yang dicek akan diidentifikasi oleh WriteCheck apakah memiliki kemiripan dengan materi-materi yang ada di database. Dalam hasil yang disajikan akan muncul presentase bagian tulisan yang memiliki kemiripan dengan database yang ada di WriteCheck dan ditandai dengan bagian yang disorot. Kita hanya perlu memastikan apakah telah dengan benar mengutip, meringkas, atau memparafrase kata dan atau kalimat yang disorot tersebut. Atau dengan kata lain kita tidak sekedar copy dan paste saja. Dengan demikian WriteCheck merupakan sebuah aplikasi untuk membantu seorang penulis mengidentifikasi karyanya dalam mencegah terjadinya penjiplakan yang tidak disengaja. WriteCheck menuntut penggunanya untuk lebih aktif, karena dalam analisanya aplikasi ini tidak memberikan sumber dokumen yang memiliki kemiripan dengan tulisan kita. Namun demikian, aplikasi ini cukup membantu kita untuk lebih berhati-hati sebelum mengumpulkan tugas kuliah kita agar tidak terkena kasus penjiplakan.

Bagaimanapun semuanya kembali kepada masing-masing individu. Kita harus belajar bagaimana menghargai hasil karya orang lain. Kita harus mau bekerja keras sebagaimana orang lain bekerja keras untuk menghasilkan sebuah karya tulis. Semoga kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, tidak terkecuali para blogger, termasuk saya, untuk tidak lagi sekedar copy paste dalam posting di blog.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar